Setiap manusia memiliki banyak keinginan. Anda memiliki keinginan. Saya juga manusia dengan banyak keinginan. Saya ingin rumah yang mewah ala eropa. Saya ingin mobil yang lux, yang suka mencuri perhatian banyak orang. Saya ingin memiliki deposito yang lebih dari cukup. Saya ingin memiliki lima kartu kredit sekaligus, untuk membuat dompet semakin tebal saja. Saya ingin ini itu. Berbicara tentang keinginan, rasanya tidak akan pernah ada habisnya.
Saya berdoa untuk semua keinginan saya, dan saya melihat betapa bijaknya Tuhan. Ia tidak memenuhi keinginan saya. Lupakan rumah mewah, mobil keren, deposito yang menggunung dan semuanya. Bukan tipe Tuhan untuk memenuhi semua hal yang kita inginkan. Mengapa? Karena ada kalanya keinginan kita justru menjadi jerat bagi diri kita sendiri pada akhirnya. Kita menjadi sombong. Merasa diri hebat. Lupa diri, lupa daratan. Bukankah itu sikap yang justru akan menghancurkan diri kita sendiri?
Benar, Ia tidak selalu memenuhi keinginan kita, tapi yang pasti, Ia selalu mencukupi kebutuhan kita. Ia buktikan itu kepada bangsa Israel saat mereka berada di padang gurun selama 40 tahun. Ia tidak selalu memberikan apa yang bangsa Israel inginkan, tetapi Ia selalu menyediakan apa yang mereka butuhkan. Bangsa Israel butuh makan, maka Tuhan mengirim manna dan burung puyuh selama 40 tahun tanpa berhenti! Bangsa Israel butuh pakaian dan kasut, maka Tuhan membuat pakaian dan kasut mereka tidak robek dan bisa terus dipakai selama puluhan tahun.
Ada perbedaan mendasar antara keinginan dan kebutuhan. Sebagai orang tua yang memiliki anak, kita sering berurusan dengan keinginan anak yang tak ada habisnya. Sebagai orang tua bijak, apakah kita akan selalu memenuhi semua keinginan anak hanya untuk menunjukkan kasih sayang kita? Tentu saja tidak bukan? Tapi yang pasti kita akan selalu tahu apa yang menjadi kebutuhannya dan kita akan selalu mencukupinya. Kebenaran inilah yang membuat iman saya terus terpaut kepada Tuhan saat harus melewati masa-masa “padang gurun”. Saat menghadapi masa-masa sulit itulah saya merasakan betapa Tuhan selalu memelihara, mencukupi, menolong dan melakukan yang terbaik buat saya. Benar, tidak semua keinginan saya terpenuhi, tapi bersyukur karena semua kebutuhan saya dicukupinya.
Tak selalu Ia memenuhi apa yang kita inginkan, tapi Ia selalu mencukupi apa yang kita butuhkan.
ulangan 29:5
-------------
CUKUP UNTUK KEBUTUHAN BUKAN KEINGINAN
Ada aneka tipe manusia dalam hidupnya. Ada orang yang kaya materi tetapi selalu merasa tidak cukup, sehingga dorongan rasa tidak çukup itu membuat dirinya menjadi orang yang korupsi. Ada orang yang merasa cukup lalu malas kerja untuk masa depan anak cucunya. Ada orang yang memang belum cukup tetapi tidak ada usaha untuk memperoleh secara cukup untuk kebutuhan hidupnya. Ada orang yang merasa cukup apa yang dimilikinya dan bertanggungjawab menggunakan yang cukup itu untuk kebutuhan hidupnya dan masa depannya.
Kalau diminta untuk menentukan pilihan hidup, maka sudah dapat dipastikan bahwa kita akan memilih merasa cukup apa yang telah diterima atau dimiliki dan menggunakannya secara bertanggungjawab sesuai dengan apa yang paling utama dan paling dibutuhkan. Karena Allah memberikan secara cukup untuk kebutuhan manusia. Allah tidak memberikan berdasarkan keinginan manusia. Hal ini berdasarkan kata Amsal: “Janganlah aku Kauberi kemiskinan atau kekayaan, melainkan hanyalah kebutuhan hidupku secukupnya.” Artinya indah rencana Allah bagi manusia. Allah secara pasti memberikan kepada setiap orang sesuai kebutuhannya bukan berdasarkan keinginannya.
Hidup berdasarkan keinginan adalah sebuah hidup yang tidak pernah akan tuntas dinikmati. Keinginan manusia akan sesuatu itu terus berkembang walaupun apa yang diinginkan itu tidak dibutuhkan dalam hidupnya. Apakah kita hidup berdasarkan keinginan atau kebutuhan? Orang yang dijiwai oleh Amsal adalah orang yang hidup berdasarkan kebutuhan. Tetapi orang yang hidup berdasarkan KEINGINAN, adalah orang yang hidup tidak berdasarkan Amsal. Salam dalam Sabda Allah.
Ams 30:5-9
“Janganlah aku Kauberi kemiskinan atau kekayaan, melainkan hanyalah kebutuhan hidupku secukupnya.”
No comments:
Post a Comment